Google Buka Suara soal Kasus Chromebook yang Jerat Nadiem Makarim

Isu mengenai pengadaan Chromebook dalam program epictoto digitalisasi pendidikan yang menyeret nama mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, kini semakin hangat diperbincangkan publik. Setelah berbagai spekulasi dan dugaan bermunculan, pihak Google akhirnya buka suara untuk memberikan klarifikasi terkait peran mereka dalam proyek tersebut.

Latar Belakang Kasus Chromebook

Kasus ini bermula dari program pemerintah yang bertujuan mendorong transformasi digital di sektor pendidikan melalui penyediaan perangkat Chromebook ke sekolah-sekolah di Indonesia. Program itu diinisiasi pada masa kepemimpinan Nadiem Makarim sebagai Mendikbudristek, dengan anggaran yang mencapai triliunan rupiah.

Namun, belakangan muncul dugaan adanya kejanggalan dalam proses pengadaan, mulai dari harga yang dianggap terlalu tinggi, spesifikasi yang dipertanyakan, hingga indikasi praktik monopoli pemasok. Polemik ini pun membuat publik menyorot langsung sosok Nadiem sebagai pengambil kebijakan, meskipun ia kini sudah tidak lagi menjabat sebagai menteri.

baca juga: sahroni-mundur-dari-dpr-ri-begini-kata-nasdem

Google Klarifikasi Peran

Menanggapi pemberitaan yang menyudutkan perusahaan, Google Indonesia menegaskan bahwa pihaknya sama sekali tidak terlibat dalam proses tender maupun penentuan harga pengadaan Chromebook oleh pemerintah Indonesia. Google menjelaskan bahwa Chromebook merupakan perangkat berbasis sistem operasi ChromeOS, yang memang diproduksi oleh berbagai pabrikan teknologi global, bukan oleh Google secara langsung.

“Google hanya menyediakan platform ChromeOS dan layanan pendukung ekosistemnya. Sedangkan pengadaan perangkat dilakukan sepenuhnya oleh pihak ketiga atau vendor resmi,” ujar perwakilan Google dalam keterangan tertulis.

Pihak Google juga menambahkan bahwa mereka tidak pernah menentukan harga jual perangkat yang digunakan dalam program pemerintah, melainkan hanya memastikan standar kompatibilitas dan keamanan perangkat agar sesuai dengan sistem operasi mereka.

Dukungan terhadap Digitalisasi Pendidikan

Meski dilanda polemik, Google tetap menekankan komitmennya dalam mendukung digitalisasi pendidikan di Indonesia. Sejak awal, Google menyebut bahwa misi mereka adalah menyediakan akses teknologi yang terjangkau dan mudah digunakan bagi guru serta siswa.

Google Classroom, Google Workspace for Education, hingga ekosistem Chromebook sejatinya dirancang untuk mempercepat pembelajaran digital, terutama di masa pandemi. Oleh karena itu, Google berharap agar polemik terkait pengadaan tidak menutupi manfaat yang sudah dirasakan ribuan sekolah di seluruh Indonesia.

Sorotan terhadap Transparansi

Kasus Chromebook ini juga menyoroti pentingnya transparansi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Banyak pihak, termasuk lembaga antikorupsi dan masyarakat sipil, menuntut agar penyelidikan dilakukan secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan anggaran negara.

Nadiem Makarim sendiri, yang kini menjabat sebagai Menteri Pendidikan di periode sebelumnya sebelum digantikan, menjadi figur yang terus disorot. Publik menunggu keterangannya mengenai sejauh mana keterlibatannya dalam pengadaan Chromebook dan bagaimana mekanisme pengawasan yang dilakukan kala itu.

Reaksi Publik dan Dampak Politik

Publik terbelah dalam menyikapi kasus ini. Sebagian menilai Nadiem tidak bisa lepas tangan begitu saja karena program itu diluncurkan di bawah kepemimpinannya. Namun, sebagian lain melihat bahwa masalah utamanya terletak pada mekanisme tender dan pihak vendor, bukan kebijakan dasar digitalisasi yang digagas.

Dari sisi politik, kasus ini berpotensi memengaruhi reputasi Nadiem, yang selama ini dikenal sebagai sosok inovatif dan pembawa semangat baru dalam birokrasi. Tidak sedikit yang menyebut bahwa kasus ini bisa dimanfaatkan oleh lawan politik untuk menjatuhkan citranya.

Penutup

Kasus Chromebook yang menyeret nama Nadiem Makarim kini masih terus bergulir. Dengan Google yang sudah memberikan klarifikasi resmi bahwa mereka tidak terlibat dalam tender maupun penentuan harga, fokus publik kini tertuju pada investigasi yang dilakukan aparat penegak hukum.

Apakah benar ada praktik kecurangan dalam pengadaan? Ataukah masalah ini lebih pada miskomunikasi dan kurangnya transparansi? Jawabannya akan sangat menentukan bukan hanya nasib para pihak yang terlibat, tetapi juga masa depan program digitalisasi pendidikan di Indonesia.

sumber artikel: www.theoxfordstore.com