pttogel Jakarta, 15 Juni 2025 — Masyarakat dikejutkan oleh sebuah tragedi memilukan yang mengguncang nurani banyak orang. Seorang balita berusia 3 tahun ditemukan tidak bernyawa di dalam area sebuah masjid di kawasan padat penduduk. Namun yang lebih mengejutkan, bukan hanya soal ditemukannya jasad sang anak, melainkan pengakuan tak biasa dari sang pelaku yang membawa nuansa misterius sekaligus tragis dalam kasus ini.
Penemuan Jasad Balita yang Menggemparkan
Kejadian ini bermula ketika jamaah masjid akan melaksanakan salat subuh berjamaah. Mereka mendapati sesosok tubuh kecil terbaring tak bergerak di salah satu sudut tempat wudu perempuan. Awalnya mereka mengira anak itu hanya tertidur karena kelelahan. Namun setelah didekati dan diperiksa, tubuh balita tersebut sudah dingin dan tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Panik dan duka langsung menyelimuti warga. Petugas kepolisian yang segera datang ke lokasi langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengevakuasi jasad sang anak ke rumah sakit untuk autopsi. Hasil pemeriksaan awal menunjukkan bahwa balita tersebut meninggal bukan karena sebab alami, melainkan akibat kekerasan fisik.
baca juga: jennifer-coppen-marah-dan-larang-orang-tak-dikenal-foto-bareng-anaknya-kamari-ini-alasannya
Penelusuran dan Penangkapan Pelaku
Berbekal rekaman CCTV di sekitar masjid dan keterangan warga sekitar, polisi bergerak cepat memburu pelaku. Tak butuh waktu lama, seorang pria dewasa berusia 27 tahun berhasil diamankan di sebuah rumah kontrakan tak jauh dari lokasi kejadian. Ia sempat mencoba kabur, namun berhasil dibekuk tanpa perlawanan berarti.
Identitas pelaku kemudian diketahui sebagai R (inisial), seorang pengangguran yang dikenal tertutup dan jarang bersosialisasi. Yang mengejutkan, R bukanlah orang asing bagi korban. Ia diketahui masih memiliki hubungan keluarga jauh dengan orang tua balita tersebut.
Pengakuan Tak Biasa: “Saya Ingin Dia Dekat dengan Tuhan”
Saat pemeriksaan, polisi dan penyidik mendapatkan pengakuan yang sangat tak biasa dari pelaku. Dengan ekspresi datar dan tanpa penyesalan berarti, R mengatakan bahwa ia merasa terhimpit oleh bisikan-bisikan “dari dalam dirinya” yang memerintahkannya melakukan hal tersebut.
“Saya bawa dia ke masjid supaya dia dekat dengan Tuhan,” ujar R dengan tenang di hadapan penyidik, sebagaimana dikutip dari laporan resmi kepolisian.
Pengakuan ini sontak membuat publik terhenyak. Banyak pihak yang menduga pelaku mengalami gangguan jiwa atau psikosis. Namun hasil pemeriksaan awal dari psikiater forensik menyatakan bahwa pelaku dalam kondisi sadar penuh saat melakukan tindakannya.
Ia bahkan mengaku merencanakan perbuatannya sejak dua hari sebelum kejadian, dan sempat mengamati situasi masjid agar tahu waktu yang tepat untuk menempatkan jasad balita tersebut tanpa terlihat banyak orang.
Motif yang Masih Diselidiki: Psikologis atau Dendam Tersembunyi?
Meski pelaku menyebut motifnya bersifat “spiritual”, penyidik masih mendalami kemungkinan lain. Ada dugaan bahwa R menyimpan dendam lama terhadap orang tua korban, terutama karena masalah keluarga dan konflik personal yang belum terselesaikan.
Psikolog forensik yang dilibatkan dalam kasus ini mengungkapkan bahwa pernyataan pelaku bisa jadi bentuk rasionalisasi dari perasaan bersalah atau cara untuk meminimalkan tanggung jawabnya.
“Ketika seseorang mengatakan hal-hal seperti ‘agar dekat dengan Tuhan’, kita tidak bisa langsung mengambil kesimpulan. Bisa jadi itu justru bentuk delusi, atau cara menyembunyikan niat asli yang lebih gelap,” jelas dr. Ratna Hapsari, M.Psi, dalam wawancara dengan media.
Reaksi Keluarga dan Masyarakat
Keluarga korban hingga kini masih terpukul dan belum bisa memberikan banyak pernyataan kepada media. Sang ibu korban, yang menangis histeris di pemakaman anaknya, hanya bisa mengatakan bahwa ia tidak menyangka R — yang dikenal sejak kecil — bisa melakukan hal keji tersebut.
Sementara itu, masyarakat sekitar mendesak agar pelaku dihukum seberat-beratnya. “Kami tidak bisa memaafkan. Ini bukan hanya pembunuhan, ini pengkhianatan terhadap rasa kemanusiaan,” ucap ketua RT setempat.
Media sosial pun dibanjiri oleh kecaman dari warganet. Banyak yang meminta agar pelaku mendapat hukuman maksimal, dan sebagian lain menyoroti pentingnya deteksi dini terhadap gangguan kejiwaan dan kejahatan dalam lingkup keluarga.
Proses Hukum dan Potensi Hukuman
Saat ini, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal berlapis: pasal pembunuhan berencana, pasal perlindungan anak, dan pencemaran tempat ibadah. Jika terbukti bersalah, ia bisa menghadapi hukuman maksimal berupa penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati.
Pengadilan akan memulai sidang pertamanya pada akhir bulan ini. Masyarakat luas menantikan proses hukum yang adil dan transparan dalam kasus tragis ini.
Penutup
Tragedi ini menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental, pengawasan terhadap anak-anak, serta membangun komunikasi yang sehat dalam keluarga. Ketika kejahatan bisa muncul dari orang-orang terdekat, kita perlu lebih waspada dan berani melapor jika ada tanda-tanda mencurigakan.
sumber artikel: www.theoxfordstore.com